A. BEHAVIORISME
Aliran Behaviorisme berpangkal dari
pandangan tentang hakikat manusia yang diutarakan oleh John Locke. Menurutnya,
manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, dia
menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apa kertas
itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya.
Menurut teori behaviorisme ini, belajar
pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap
pancaindra dengan kecendrungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus
dan respon (S-R) yang pada akhirnya belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Menurut teori ini, stimulus
adalah penyebab belajar yang merupakan agen-agen lingkungan yang bertindak
terhadap suatu organisme yang menyebabkan organisme itu memberikan respon atau
meningkatkan probabilita terjadinya respon tertentu sedangkan respon-respon
yaitu akibat-akibat atau efek-efek yang merupakan reaksi-reaksi fisik suatu
organisme terhadap stimulus eksternal dan stimulus internal.
Berikut akan diuraikan
pandangan-pandangan behaviorisme tentang belajar dan pembelajaran:
1. Pandangan
Behaviorisme tentang belajar, yaitu
a. Behaviorisme memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti dan tetap tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
b. Belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar.
c. Anak didik diharapkan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang di ajarkan. Artinya apa yang
dipahami oleh pendidik itulah yang harus dipahami oleh anak didik.
2. Pandangan Behaviorisme tentang
tujuan pembelajaran, yaitu
Tujuan pembelajaran ditentukan pada
penambahan pengetahuan.
3. Pandangan Behaviorisme
tentang strategi pembelajaran, yaitu
a. Penyajian isi menekankan pada
keterampilan yang terisolasi dan terakumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan.
b. Pembelajarasn mengikuti urutan
kurikulum secara ketat.
c. Aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks dan penekanan pada keterampilan.
d. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil.
4. Pandangan Behavioristik
tentang evaluasi, yaitu
a. Evaluasi menekankan pada respon
pasif. Keterampilan secara terpisah dan biasanya menggunakan “ paper dan pencil
test”
b. Evaluasi yang menuntut jawaban benar
menunjukkan bahwa anak didik telah menyelesaikan tugas belajar.
c. Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah
kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individu.
Masih menurut teori ini, dalam
memecahkan suatu masalah hendaklah dilakukan dengan cara trial and eror,
belajar itu dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, pembentukan-pembentukan
kebiasaan sangat dipentingkan dan belajar itu sangat mementingkan pengaruh
lingkungan.
Teori-Teori belajar yang termasuk ke
dalam kelompok behaviorisme yaitu:
- Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike.
- Classical
conditioning, dengan tokohnya Pavlop.
- Operant
Conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner.
- Systematic
behavior, yang
dikembangkan oleh Hull.
- Contigous
conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie.
B. KOGNITIFISME
Aliran kognitif berawal dari pandangan tentang
hakikat manusia yang diutarakan oleh Leibnitz yang menyatakan bahwa manusia
adalah organisme aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada
hakikatnya manusia bebas untuk berbuat, bebas untuk membuat suatu pilihan dalam
setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadaran diri. Menurut teori
ini, belajar merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insait-insait (insight),
pandangan-pandangan (outlooks), harapan-harapan, atau pola-pola
berpikir. Dalam mempermasalahkan belajar bagi siswa, para penganut teori ini
lebih menyukai istilah-istilah orang dari pada organisme, lingkungan psikologi
daripada lingkungan fisik atau lingkungan biologi dan interaksi daripada aksi
atau reaksi. Mereka berpendapat bahwa konsep-konsep orang, lingkungan psikologi
dan interaksi lebih memudahkan para guru dalam poses belajar. Konsep-konsep ini
memungkinkan guru untuk melihat seseorang, lingkungannya dan interaksi dengan
lingkungannya dan semua itu terjadi pada waktu yang sama.
Teori-teori yang termasuk ke dalam
kelompok kognitif di antaranya:
a. Teori Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka,
Kohler, dan wertheimer. Menurut teori ini, belajar adalah proses
mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman
terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan dan insight tersebut
merupakan inti dari pembentukan tingkah laku.
Untuk memahami bagaimana
sebenarnya insight itu terjadi, kita dapat mehami percobaan
yang dilakukan oleh Kohler dan percobaannya sebagai berikut:
Kohler menyimpan simpanse pada sebuah
jeruji. Di dalam jeruji itu disediakan sebuah tongkat dan di luar jeruji
disimpan sebuah pisang. Setelah dibiarkan beberapa lama, ternyata simpanse
berhasil meraih pisang yang ada di luar jeruji dengan tongkat yang telah
disediakan sebelumnya.
Dari percobaan tersebut, simpanse mampu
mengembangkan insight, artinya ia dapat menangkap hubungan
antara jeruji, tongkat, dan pisang. Ia paham bahwa pisang adalah makanan, ia
paham juga bahwa tongkat dapat digunakan untuk meraih pisang yang berada di
luar jeruji. Inilah hakikatnya belajar. Belajar terjadi karena kemampuan
menangkap makna dan keterhubungan antara komponen yang ada di lingkungannya.
Insight yang merupakan inti
dari belajar menurut teori Gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kemampuan insight seseorang
tergantung pada kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar itu
tergantung pada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompoknya.
2. insight dipengaruhi
atau tergantung kepada pengalaman masa lalu yang relevan
3.insight tergantung kepada
pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
4. Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui
pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang
bisa menjadi kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang
berlainan.
5. Apabila insight telah
diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain.
Di sini terdapat semacam transfer belajar, manun yang ditransfer bukanlah
materi yang dipelajari, tetapi relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh
melaluiinsight.
b. Teori Medan
Teori medan dikembangkan olek Kurt
Lewin. Sama seperti teori Gestalt, Teori medan menganggap bahwa belajar adalah
pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan dengan proses pemecahan masalah
menurut Lewin dalam belajar adalah:
a. Belajar adalah perubahan struktur
kognitif, dimana setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa
mengubah struktur kognitifnya.
b. Pentingnya motivasi. Motivasi adalah
faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk betperilaku. Motivasi muncul
karena adanya daya tarik tertentu, misalnya, nilai merupakan sesuatu yang
dapat menjadi daya tarik seseorang (motivator). Akan tetapi, untuk mendapatkan
nilai yang baik itu misalnya belajar dengan giat, melaksanakan setiap tugas,
merupakan hal yang tidak menarik. Oleh sebab itu, sering untuk mengejar daya
tarik itu seseorang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, seperti
mencontek, menjiplak tugas, dan sebagainya. Untuk menghindari hal tersebut
diperlukan pengawasan yang memadai. Itulah sebabnya selain diperlukan faktor
pendorong melalui hadiah, juga diperlukan hukuman terutama apabila terjadi
gejala-gejala perilaku yang tidak sesuai. Disamping itu, motivasi juga bisa
muncul karena pengalaman yang menyenangkan.
C. KONSTRUKTIVISME
Aliran konstruktivistik
dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget merupakan salah
seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Piaget
berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki
kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang
dikonstruksi oleh anak sebagai subjek , maka akan menjadi pengetahuan yang
bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses
pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Menurut teori
ini, Pendidik adalah orang yang mengajar, memberi teladan dan membiasakan
anak didik untuk menjadi manusia mandiri. Menurut Piaget, anak adalah
pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan
memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya Di dalam konstruktivisme
ilmu adalah sesuatu yang relatif dan berubah mengikuti perkembangan zaman dan
proses pembelajaran bertindak sebagai fungsi penyesuaian.
Salah satu sumbangan
Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan
akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the
process by which a person takes material into their mind from the environment,
which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan
akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the
process of assimilation”. Jadi,Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget
tersebut dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang
sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses
pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk,
dan akomodasi adalah proses perubahan skema. Dikemukakannya pula, bahwa belajar
akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pengarahan dan bimbingan dari guru atau pendidik. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah :
a. Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang
agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam
kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
Strategi pokok dari
model belajar mengajar konstruktivisme adalah meaningful learning,
yang mengajak peserta didik berpikir dan memahami materi pelajaran, bukan
sekadar mendengar, menerima, dan mengingat. Setiap unsur materi pelajaran harus
diolah dan diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal. Sesuatu yang
tidak masuk akal, tidak akan menempel lama dalam pikiran. Strategi ini
menghendaki baik siswa maupun guru memiliki kedudukan sebagai subjek belajar.
Sebagai subjek belajar, keduanya dituntut aktif untuk mencari data, informasi
dan interpretasi dari materi pelajaran. Siswa dituntut bersikap kritisisme
terhadap materi pelajaran, bukan sekadar meniru, copy paste dan
menghafal yang diberikan guru.
Hakikat Realitas dan
Kebenaran Menurut Teori Konstruktivisme
Bagi kaum
konstruktivis, pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis. Malah secara ekstrem
mereka menyatakan bahwa kita tidak dapat mengerti realitas (kenyataan) yang
sesungguhnya. Yang kita mengerti, bila boleh disebut suatu
realitas, adalah sktruktur konstruksi kita akan suatu objek. Bettencourt
menyatakan memang konstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tetapi
lebih mau menekankan bagaimana kita tahu atau menjadi tahu. Bagi
konstruktivisme, realitas hanya ada sejauh berhubungan dengan pengamat.
Konstruktivisme
meletakkan kebenaran dari pengetahuan dalam viabilitasnya, yaitu berlakunya
konsep atau pengetahuan itu dalam penggunaan. Apakah pengetahuan itu dapat
digunakan dalam menghadapi macam-macam persoalan yang berkaitan. Semakin dalam
dan luas suatu pengetahuan dapat digunakan, semakin luas kebenarannya. Dalam
kaitan ini maka pengetahuan ada tarafnya, mulai dari yang berlaku secara
terbatas sampai yang Lebih umum
Macam Konstruktivisme
Von Glaserfeld
membedakan tiga level konstruktivisme dalam kaitan
hubungan pengetahuan dan kenyataan, yakni konstruktivisme radikal, realisme, hipotesis, dan konstruktivisme yang biasa. Konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum radikal, pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek
yang dibentuk oleh seseorang. Menurut aliran ini kita hanya tahu apa
yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi
kenyataan. Realisme hipotesis memandang pengetahuan sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan konstruktivisme yang biasa, masih melihat pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek.
Dari segi subyek yang membetuk pengetahuan, dapat dibedakan antara
konstruktivisme psikologis, personal, sosiokulturalisme, dan konstruktivisme sosiologis. Yang personal dengan tokohnya Piaget, menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang secara pribadi dalam berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Orang itu sendiri yang membentuk pengetahuan.Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi tetapi juga oleh interaksi sosial dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan lingkungan yang mendukung. Dengan dimasukkannya seseorang dalam suatu masyarakat ilmiah dan kultur yang sudah punya gagasan tertentu, maka orang itu membentuk pengetahuannya. Sedangkan konstruktivisme sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh masyarakat sosial. Unsur masyarakatlah yang penting, sedang unsur pribadi tidak
diperhatikan.
hubungan pengetahuan dan kenyataan, yakni konstruktivisme radikal, realisme, hipotesis, dan konstruktivisme yang biasa. Konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum radikal, pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek
yang dibentuk oleh seseorang. Menurut aliran ini kita hanya tahu apa
yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan bukanlah representasi
kenyataan. Realisme hipotesis memandang pengetahuan sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan konstruktivisme yang biasa, masih melihat pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek.
Dari segi subyek yang membetuk pengetahuan, dapat dibedakan antara
konstruktivisme psikologis, personal, sosiokulturalisme, dan konstruktivisme sosiologis. Yang personal dengan tokohnya Piaget, menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang secara pribadi dalam berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Orang itu sendiri yang membentuk pengetahuan.Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi tetapi juga oleh interaksi sosial dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan lingkungan yang mendukung. Dengan dimasukkannya seseorang dalam suatu masyarakat ilmiah dan kultur yang sudah punya gagasan tertentu, maka orang itu membentuk pengetahuannya. Sedangkan konstruktivisme sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh masyarakat sosial. Unsur masyarakatlah yang penting, sedang unsur pribadi tidak
diperhatikan.
Pandangan
Konstruktivistik Tentang Belajar
1. Konstruktivistik memandang bahwa
pengetahuan adalah non obtektif, bersifat temporer, selalu berubah-ubah tidak
menentu.
2. Belajar adalah menyusun pengetahuan
dari pengalaman kongkret, aktivitas kolaborasi, dan refleksi serta
interprestasi. Sedangkan mengajar menata lingkungan agar anak didik termotivasi
dalam menggali dan menghargai ketidakmenentuan.
3. Anak didik akan memiliki pemahaman
yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif
yang dipakai dalam mengintrospeksikannya.
Pandangan Konstruktivistik Tentang
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran ditentukan pada
bagaimana belajar.
Pandangan Konstruktivistik
Tentang Strategi Pembelajaran
1. Penyajian isi menekankan pada
penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke
bagian.
2. Pembelajaran lebih banyak diarahkan
untuk meladeni atau melayani pertanyaan dan pandangan si belajar
3. Aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis
4. Pembelajaran menekankan pada proses
Pandangan Konstruktifistik
Tentang Evaluasi
1. Evaluasi menekankan pada
penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan
menggunakan masalah dalam konteks nyata.
2. Evaluasi yang menggali berpikis
secara divergen, pemecahan ganda, bukan hanya jawaban benar
3. Evaluasi merupakan bagian utuh dari
belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar
bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi
akan menekankan pada keterampilan dan proses dalam kelompok.
Daftar Bacaan
Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-Teori
Belajar. Jakarta: Erlangga.
Sanjaya, Wina. 2007. Stategi
pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://tamansiswa.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=23
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/21/construktivisme-teori-konstruktivisme/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar