mivo.tv

Script by: http://www.newoes.com - Rofingi.com

Senin, 16 Januari 2012

KONSEP SAKIT MENURUT WHO



KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT WHO
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
  1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
  2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
  3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
SEHAT MENURUT DEPKES RI
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal  (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia



CIRI-CIRI SEHAT
                        Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
                        Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
1.      Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2.      Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3.      Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4.      Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
5.      Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

Paradigma sehat
paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per - lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural.
Aspek-aspek pendukung kesehatan
            Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada gejala penyakit yg terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat. Ada kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak ada? Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya gejala penyakit bukan berarti sehat.
            Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem organ di tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yg mempengaruhi keselarasan tersebut berlangsung seterusnya adalah:
1.      Nutrisi yang lengkap dan seimbang
2.      Istirahat yang cukup
3.      Olah Raga yang teratur
4.      Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang
5.      Lingkungan yang bersih

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN
1. Faktor Internal
a.      Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
b.      Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan  untuk menjaga kesehatan sendirinya.
c.       Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melak­sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak na­pas, atau nyeri), juga data objektif   yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat me­rencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
d.      Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawa­tirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidu­pannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu mela­kukan koping secara emosional terhadap ancaman penya­kit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Con­toh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan se­ring batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan menga­kui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
e.       Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keya­kinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
2. Faktor Eksternal
a.      Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
o   Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi penyakit berat  dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.
o   Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan  rutin, maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
b.      Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
c.       Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.
Rentang sehat –sakit
ü  Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan seseorang.
ü  Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan  bersifat individual.
ü  Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kematian pada titik  yang lain.

tahapan sakit menurut Suchman
1.                  terbagi menjadi 5 tahap yaitu Tahap mengalami gejala
ü   Tahap transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuhnya ; merasa dirinya tidak sehat/merasa timbulnya berbagai gejala/merasa ada bahaya.
ü  Mempunyai 3 aspek :
Ø  Secara fisik : nyeri, panas tinggi
Ø  Kognitif : interprestasi terhadap gejala
Ø  Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan
ü  Konsultasin dengan orang terdekat : gejala + perasaan, kadang-kadangh mencoba pengobatan di rumah.

2.                  tahap asumsi terhadap peran sakit (sick Role)
ü  Penerimaan terhadap sakit
ü  Individu mencari kepastian sakitnya keluarga atau teman : menghasilkan peran sakit.
ü  Mencari pertolongan dari profesi kesehatan, yang lain mengobati sendiri, mengikuti nasehat teman/keluarga.
ü  Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih baik. Invidu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya. Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman selanjutnya.
3.                  Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan.
ü  Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
ü  3 tipe informasi
Ø  validasi keadaan sakit
Ø  Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti
Ø  Keyakinan bahwa mereka akan baik
ü  Jika tidak ada gejala : individu mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan.

Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang sakuit : menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh bantuan.

Setiap orang mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

4.                  Tahap penyembuhan
ü  Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran sakit dan fungi sebelum sakit.
ü  Kesiapan untuk fungsi social.

Perawat – Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan kemandirian
                -                   Memberi harapan dan support.


D. SAKIT DAN PERILAKU SAKIT
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.
Bauman (1965)
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1.                  Adanya gejala : naiknya temperature, nyeri
2.Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit
3.Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.

CIRI-CIRI SAKIT
1.         Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ; merasa dirinya tidak sehat / merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
- secara fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
- Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.
2.         Asumsi terhadap peran sakit (sick Rok).Penerimaan terhadap sakit.


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
  1. Faktor Internal
    1. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
    1. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada,  maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
  1. Faktor Eksternal
a.       Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b.      Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan  untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
c.       Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar  belakang budaya yang dimiliki klien.
d.      Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
e.       Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar  dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f.       Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit
  1. Tahap I (Mengalami Gejala)
o   Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”
o   Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
o   Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.
o   Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.
  1. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
o   Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
o   Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
o   Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung  beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
o   Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
  1. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
o   Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab  penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
o   Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.
o   Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
o   Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
o   Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain  untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter  sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.


  1. Tahap IV (Peran Klien Dependen)
o   Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
o   Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
o   Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.
o   Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.
  1. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
o   Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
o   Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama.  Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat  dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

E. DAMPAK SAKIT
  1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
  1. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek à klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang à klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
  1. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
    • Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
    • Kapasitas adaptasi
    • Kecepatan perubahan
    • Dukungan yang tersedia.
  1. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri  karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan  keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat  dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
  1. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah. 

F. PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat dan pada pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih satu sama lain.
Persamaannya
Keduanya berorientasi pada masa depan.
Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan klien saat ini. Sedangkan Pencegahan Penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial.


Perbedaan
Terletak pada Motivasi dan Tujuan
Peningkatan Kesehatan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bertindak secara positif , untuk mencapai tujuan berupa tingkat kesehatan yang stabil

Pencegahan Penyakit memberi motivasi kepada masyarakat untuk menghindari penurunan tingkat kesehatan atau fungsi
 






Kegiatan Peningkatan Kesehatan dapat bersifat Aktif maupun Pasif
a. Peningkatan Kesehatan Pasif
Merupakan strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri.
Misal: Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM); Portifikasi pada susu dengan vitamin D.
b. Peningkatan Kesehatan Aktif
Pada strategi ini, setiap   individu diberikan motivasi untuk melakukan program kesehatan tertentu.
Misal: Program Penurunan BB, dan Program pemberantasan rokok, menuntut keikutsertaan klien secara aktif.

Sedangkan Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa tingkatan all:
a.Pencegahan Primer
o   Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan mental.
o   Tidak bersifat tera­peutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit
o   Terdiri dari :
                                                  i.      Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan, standarisasi nutrisi, perhatian terhadap perkembangan kepribadian, penyediaan perumahan sehat, skrining genetik dll
                                                ii.      Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan pribadi (PHBS), sanitasi lingkungan, perlindungan tempat kerja, perlindungan kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.
b. Pencegahan Sekunder
o   Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang meng­alami masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
o   Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal sedini mungkin.
o   Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang memiliki fasilitas memadai.
o   Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit. 
c. Pencegahan Tersier
§  Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak dapat disembuhkan.
§  Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan
§  Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit.
§  Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.
§  Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalam merawat orang yang Buta, disamping memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga mencegah terjadinya kecelakaan pada klien.

Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.


7 area kompetensi dokter yaitu:
1.Komunikasi efektif
2.Keterampilan Klinis
3.Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
4.Pengelolaan Masalah Kesehatan
5.Pengelolaan Informasi
6.Mawas Diri dan Pengembangan Diri
7.Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien


Tugas Dokter Keluarga:
1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, 8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS, 9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan, 10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya, 11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien, 12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar, 13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

Wewenang Dokter Keluarga:
1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit, 4) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer, 7) Melakukan perawatan sementara, 8) Menerbitkan surat keterangan medis, 9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap, 10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.

Kompetensi Dokter Keluarga:
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga, b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi,
menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :
(a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

Tindakan medis
• adalah suatu tindakan yang hanya boleh
dilakukan oleh tenaga medik, karena ditujukan
terutama bagi pasien yang mengalami
gangguan kesehatan
• dr. atau drg yang telah mempunyai STR
yang berhak melakukan tindakan medis
Untuk itu seorang dokter haruslah :
• Seorang Dokter harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan bidang keahliannya .
• Seorang Dokter dituntut untuk selalu
membuat rekam medis yang lengkap sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
KODEKI
– Kewajiban Umum ( Pasal 1 – 9)
– Kewajiban Dokter terhadap teman pasien
( pasal 10 – 13 )
– Kewajiban Dokter terhadap teman sejawat (
Pasal 14 – 15 )
– Kewajiban Dokter terhadap diri sendiri
( Pasal 16 – 17 )

KEWAJIBAN – KEWAJIBAN DOKTER
• “AEGROTI SALUS LOX SUPREME ” keselamatan pasien
adalah hukum yang tertinggi ( utama ) .
Menurut Leenen :
1. Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana
dokter harus bertindak sesuai dengan standar profesi
medis atau menjalankan praktek kedokterannya secara lege
artis
2. Kewajiban untuk menghormati hak – hak pasien yang
bersumber dari hak - hak asasi dalam bidang kesehatan
3. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial
pemeliharaan kesehatan

MENURUT Uu No.29 Th 2004
pasal 51
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan dengan
standar profesi profesi standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan ;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan,kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya; dan ;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Kewajiban dokter untuk memiliki pengetahuan
dan ketrampilan profesinya.
Harus mempergunakan ilmu pengetahuan dan
ketrampilannya dengan hati – hati,
proporsional dan teliti .
Dokter harus mempunyai pertimbangan yang
terbaik (to exercise the best judgment),
walapun sebagai manusia biasa tak pernah
lepas dari kesalahan , asalkan tidak tergolong
kesalahan yang kasar (gross negligence ) .
11
Sebuah evaluasi medis yang lengkap terdiri dari sebuah riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium atau citra medis, analisa data, dan penentuan diagnosis, dan perencanaan perawatan atau pengobatan.[2]
Hal-hal yang termasuk dalam riwayat kesehatan:
  • Keluhan utama (KU): alasan pasien datang kepada dokter. Hal ini disebut tanda atau gejala. Dituliskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh pasien dan sejak kapan hal tersebut di keluhkan pasien.
  • Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)(HPI: History of present illness): urutan kronologis dari tanda-tanda dan klasifikasi dari setiap tanda.
  • Aktivitas kini: hal-hal yang berkaitan aktivitas pasien sekarang seperti pekerjaan, hobi, dan lainnya.
  • Riwayat Pengobatan: obat apa yang digunakan pasien sebelum menemui dokter, termasuk alergi.
  • Riwayat Penyakit Dahulu/RPD(PMH: Past medical history): perawatan yang pernah dijalani pasien sebelumnya, cedera, penyakit infeksi yang pernah diderita, vaksinasi, alergi yang pernah diderita.
  • Riwayat Sistemik (ROS: Review of systems): menanyakan pasien mengenai kondisi sistem organ utamanya seperti jantung, paru-paru, sistem pencernaan (traktus digestivus), dan lainnya.
  • Riwayat sosial Ekonomi(SH: Social history): tempat lahir, tempat tinggal, status perkawinan, status sosial ekonomi, kebiasaan (termasuk diet), penggunaan obat, tembakau, dan alkohol.
  • Riwayat keluarga (FH: Family history): membuat daftar penyakit apa saja yang pernah diderita oleh keluarga pasien yang dapat diturunkan (penyakit genetik). Biasanya dibuat dalam silsilah keluarga atau pohon keluarga.
Dalam pemeriksaan fisik, dokter berusaha mencari tanda yang dapat mendukung proses pembuatan diagnosisnya. Dokter menggunakan indera penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan kadang-kadang juga dengan penciuman. Empat metode utama untuk pemeriksaan fisik: melihat (inspeksi), merasakan/menyentuh (palpasi), mengetuk untuk membedakan karakteristik resonansi (perkusi), mendengar (auskultasi); mencium kadang-kadang diperlukan seperti untuk membaui urea pada penyakit uremia.
Pemeriksaan fisik mencakup:
Hasil laboratorium dan pencitraan medis dapat digunakan bila diperlukan.
Pemeriksaan ini dapat berlangsung hanya dalam beberapa menit bila masalahnya sederhana maupun hingga berminggu-minggu bila pasien mengalami masalah pada beberapa sistem tubuhnya sehingga diperlukan rujukan ke beberapa dokter spesialis.

HAK PASIEN
UU No. 23 Th 1992 ttg Kesehatan psl 53 (2)
1. Hak atas informasi
2. Hak memberikan persetujuan
3. Hak atas rahasia kedokteran
4. Hak atas pendapat ke 2 ( second opinion)
12/30/2008
12
HAK PASIEN
UU Pradoks psl 52
1. Mendapat penjelasan secara lengkap ttg
tindakan medis
2. Meminta pendapat dr/drg lain
3. Mendapat pelayanan sesuai dng kebutuhan
medis
4. Mendapat isi rekam medis
Fred Ameln
• Hak pasien
1. Menerima pengobatan dan perawatan
2. Menghentikan p’obatan & p’rawatan
3. Menolak p’obatan &p’rawatan
4. Memilih dr & sarana pelayanan kes…
5. Mendapat informasi ttg penyakitnya
6. Atas rahasia kedokteran
12/30/2008
7. Hak bantuan medis
8. Mendapat perawatan terbaik & berlanjut
9. Menerima pelayanan/perhatian atas suatu
pengobatan

Di dalam UURI no.23, 1992, Bab V pasal 11, tertulis bahwa upaya kesehatan dilaksanakan melalui 15 kegiatan sebagai berikut:
a.       Kesehatan Keluarga
b.      Perbaikan gizi
c.       Pengamanan makanan dan minuman
d.      Kesehatan Lingkungan
e.       Kesehatan kerja
f.       Kesehatan jiwa
g.      Pemberantasan penyakit
h.      Penyebuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
i.        Penyuluhan kesehatan masyarakat
j.        Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
k.      Pengamanan zat aditif
l.        Kesehatan sekolah
m.    Kesehatan olahraga
n.      Pengobatan tradisional dan
o.      Kesehatan matra
Dalam pada itu pelaksanaan pembangunan di bidang kese-hatan dalam Repelita I dilakukan dengan pola prioritas sebagai berikut :
1.    Peningkatan pembangunan kesehatan yang menunjang pelaksanaan program keluarga berencana.
2.    Peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat, terutama untuk mendorong turut sertanya masyarakat secara aktif dalam usaha pembangunan di bidang kesehatan.
3.      Pencegahan dan penanggulangan wabah serta penyakit  rakyat lainnya.
4.      Peningkatan jumlah dan mutu tenaga kesehatan.
5.      Rehabilitasi/pembangunan sarana kesehatan (termasuk  obat-obatan dan alat-alat kesehatan).
6.      Peningkatan penelitian dan survey (kesehatan).

Tugas dokter puskesmas
Berikut ini kami paparkan peran utama sesuai fungsi profesi dari masing-masing petugas puskesmas.
A. PETUGAS MEDIS :
  1. Dokter Umum : melakukan pelayanan medis di poli umum, puskel, pustu, posyandu
  2. Dokter Gigi : melaksanakan pelayanan medis di poli gigi, puskel, pustu
  3. Dokter Spesialis : khusus untuk puskesmas rawat inap bagus juga ada kunjungan dokter spesialis sebagai dokter konsultan, misalnya : dokter ahli anak, kandungan dan penyakit dalam
B. PETUGAS PARA MEDIS :
  1. Bidan : pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), pelaksana asuhan kebidanan
  2. Perawat Umum : pendamping tugas dokter umum, pelaksana asuhan keperawatan umum
  3. Perawat Gigi : pendamping tugas dokter gigi, pelaksana asuhan keperawatan gigi
  4. Perawat Gizi : pelayanan penimbangan dan pelacakan masalah gizi masyarakat
  5. Sanitarian : pelayanan kesehatan lingkungan pemukiman dan institusi lainnya
  6. Sarjana Farmasi : pelayanan kesehatan obat dan perlengkapan kesehatan
  7. Sarjana Kesehatan Masyrakat : pelayanan administrasi, penyuluhan, pencegahan dan pelacakan masalah kesehatan masyarakat
C. PETUGAS NON MEDIS :
  1. Administrasi : pelayanan administrasi pencatatan dan pelaporan kegiatan puskesmas
  2. Petugas Dapur : menyiapkan menu masakan dan makanan pasien puskesmas perawatan
  3. Petugas Kebersihan : melakukan kegiatan kebersihan ruangan dan lingkungan puskesmas
  4. Petugas Keamanan : menjaga keamanan pelayanan khususnya ruangan rawat inap
  5. Sopir : mengantar, membantu seluruh kegiatan pelayanan puskel di luar gedung puskesmas
Konsep Promosi Kesehatan
• Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986)

• Promosi Kesehatan merupakan program yang dirancang untuk memberikan perubahan terhadap manusia, organisasi, masyarakat dan lingkungan.

Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
2. Pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat.


Dalam mencapai visi dari promosi kesehatan diperlukan adanya suatu upaya yang harus dilakukan dan lebih dikenal dengan istilah “ Misi ”. Misi promosi kesehatan merupakan upaya yang harus dilakukan dan mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi.

Misi Promosi Kesehatan
• Advokat (advocate)
Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan. Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isyu kebijakan yang spesifik. Dalam hal ini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para pembuat keputusan (decission maker) agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau keputusan-keputusan.

• Menjembatani (mediate)
Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor yang terkait. Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan (partnership) dengan berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya dengan kesehatan. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.

• Memampukan (enable)
Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara mandiri. Masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mereka mampu dan memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari pemberian keterampilan kepada masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi keluarga, maka kemapuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga akan meningkat.
PENDIDIKAN KESEHATAN
A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
TINGKAT PELAYANAN PK, BERDASARKAN FIVE LEVELS OF PREVENTION (LEAVEL & CLARK):

Health Promotion
PK dlm hal gizi, kebiasaan, sanitasi, hygiene perorangan
Specific Protection
Imunisasi, pemberian obat prophylaxis
Early Diagnosis and Prompt Treatment
PK utk berobat sedini mgk, deteksi dini penyakit
Disability Limitation
PK agar jangan tjd komplikasi penyakit
Rehabilitation
PK utk pemulihan kecacatan
Sub Bidang keilmuan pendidikan kesehatan
Komunikasi
Dinamika kelompok
Pengembangan dan Pengorganisasian Masy.
Pengembangan Kesehatan Masy. Desa
Pemasaran Sosial
Pengembangan Organisasi
pendidikan dan Pelatihan
Pengembangan Media
Perencanaan dan Evaluasi PK
Antropologi Kesehatan
Sosiologi Kesehatn
Psikologi Sosial
Batasan
PENDIDIKAN:
INPUT à PROSES à OUT PUT

Segala upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.


INPUT                        : sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), pendidik.
PROSES         : upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain
OUT PUT       : melakukan apa yang diharapkan/perilaku

PENDIDIKAN KESEHATAN:
§   merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat.
§   Adalah upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsikan perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, memberi kesadaran dan sebagainya.
§   Upaya agara perilaku individu, kelompok dan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
§   Secara konsep: penkes merupakan upaya mempengaruhi/mengajak orang lain (individu, keompok, masyarakat) agar berperilaku hidup sehat.
Secara operasional: penkes adalah semua kegiatan untuk memberikan/ meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meingkatkan kesehatannya.

(Blum, 1974) mengatakan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor, berdasarkan hirarkinya adalah sebagai berikut:
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor(3)yaitu:
  1. Environment atau lingkungan.
  2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua d ihubungkan dengan ecological balance.
  3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
  4. Health care service berupa program kesehatan yang
  5. bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan:
  1. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif
  2. Pendidikan kesehatan pada aspek preventif
  3. Pendidikan kesehatan pada aspek kuratif
  4. Pendidikan kesehatan pada aspek rehabilitatif.

Tempat Pelaksanaan :
  1. Pendidikan kesehatan pada keluarga
  2. Pendidikan kesehatan pada sekolah
  3. Pendidikan kesehatan pada tempat kerja
  4. Pendidikan kesehatan pada tempat umum
  5. Pendidikan kesehatan pada instansi pelayanan kesehatan.
Tujuan pendidikan kesehatan ialah untuk mengubah perilaku masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan anggapan:
a.       Bahwa manusia selalu dapat belajar atau berubah, karena manusia selama hidupnya selalu berubah untuk menyusuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, dan
b.      Bahwa perubahan dapat diinduksikan
Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan keinginan ataupun dorongan untuk berubah, yakni mengubah keadaannya yang jelek menjadi baik; keadaan inilah yang menunjukkan motif pada diri seseorang telah terbentuk. Atas dasar motif inilah akan terjadi perubahan perilaku. Pendidikan kesehatan ini sangat penting dan diperlukan oleh semua kegiatan dasar kesehatan masyarakat, termasuk kesehatan lingkungan. Misalnya, tidak cukup kiranya kalau hanya dibangun penyediaan air bersih, tetapinya harus yakin bahwa dengan demikian masyarakat akan terlindung dari penyakit bawaan air. Hal ini tidak terjadi secara otomatis, masyarakat harus berubah sesuai dengan teknologi yang kita perkenalkan pada masyarakat. Misalnya, apabila tadinya masyarakat mengambil air dari sungai, maka setelah ada Penyediaan Air Minum (PAM), diharapkan bahwa mereka akan menggunakan air PAM. Hal ini hanya dapat terjadi apabila dilakukan penyuluhan tentang kegunaan dan manfaat air bersih. Selain itu penyakit bawaan air hanya dapat menurun jumlahnya, apabila masyarakat mau hidup lebih hiegenis. Inipun perlu dipelajari dengan demikian usaha kesehatan lingkunganpun perlu didukung oleh usaha pendidikan kesehatan.  

Metode Pendidikan Kesehatan
  1. individual
    1. bimbingan dan konseling
    2. wawancara
  2. kelompok
    1. kelompok besar: kegiatan cermah dan seminar
    2. kelompok kecil: diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok2 kecil, bermain peran (role play), simulasi, dsb.
  3. massa
    1. ceramah umum
    2. pidato
    3. media (elektronik, cetak dan out door)



Media
Media pendidikan adalah alat (saluran) yang digunakan untuk penyampaian pesan. Manusia menggunakan indra untuk berinteraksi dengan lingkungannya sehingga untuk mempengaruhi interaksi tersebut digunakanlah berbagai media. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima suatu pesan maka akan semakin mudah pesan itu diterima/dipahami.
Televisi

Film
Tulisan
Elgar Dale, membagi media dalam 11 macam sesuai dengan tingkatan intensitasnya masing-masing.
Kata-kata
Pameran
Fiel trip
Demonstrasi
Sandiwara
Benda tiruan
Benda Asli
Rekaman radio
 


Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan paling bawah adalah benda asli dan yang palinga atas adalah kata-kata. Hal ini berarti dalamproses pendidikan, benda asli memiliki intensitas yang paling kuat/besar untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan.
Jenis media yang sering digunakan:
a.       media cetak
booklet, leaftlet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik, poster, foto, spanduk, umbul-umbul.
b.      media elektronik
TV, radio, video, slide, film strip, dll
c.       media papan (billboard)
poster, pamplet, baleho, dll
d.      media peraga
alat tiruan seperti pantom, boneka, dami, dan instrumen lainnya. Atau benda asli.
faktor2 yang mempengaruhi perilaku kes.
Lawrence Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor:
  1. faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial ekonomi, dsb.
  1. faktor pemungkin(enambling factors), mencakup:
fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, poliklinik, puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat dsb.
  1. faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:
sikap dan perilaku: toma, toga, petugas kes. Kebijakan/peraturan/UU, LSM.

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :
  1. Observasi
  2. Wawancara
  3. Angket/quesioner
  4. Dokumentasi
. Gastritis
  1. PENGERTIAN
1. Gastritis adalah inflamasi dari dinding lambung terutama pada mukosa gaster. (Hadi, 1995)
2. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal. (Price & Wilson, 1992)
3. Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. (Charlene J, Reeves, 2001)
  1. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan pelindung lambung (http://www.medicastore.com).
1) Gastritis Bakterialis
a. Infeksi bakteri Helicobacter Pylori yang hidup didalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Diperkirakan ditularkan melalui jalur oral atau akibat memakan atau minuman ynag terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi ini sering terjadi pada masa kanak-kanan dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
b. Infeksi bakteri Campylobacter Pyloroides.
2) Gastritis Karena Stres Akut
a. Penyakit berat atau trauma ( cedera ) yang terjadi tiba – tiba.
b. Pembedahan
c. Infeksi berat
d. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung seperti terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat.
3) Gastritis Erosif Kronis
a. Pemakaian obat penghilang rasa nyeri secara terus – menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti Aspirin, Ibu Profen dan Naproxen dapat menyebabkan perdarahan pada lambung dengan cara menurunkan Prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
b. Penyakit Crohn, gejalanya sakit perut dan diare dalam bentuk cairan. Bisa menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna namun, kadang – kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung.
c. Penggunaan Alkohol secara berlebihan , alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mucosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun dalam kondisi normal.
4) Gastritis Eosinofilik
Terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infeksi cacing gelang Eosinofil (sel darah putih) terkumpul pada dinding lambung.
5) Gastritis Hipotropi dan Atropi
Terjadi karena kelainan Autoimmune, Autoimmune Atropic Gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel – sel yang sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar –kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12) kekurangan vitamin B12 akhirnya, dapat mengakibatkan Pernicious Anemia, sebuah kondisi yang serius bila tidak segera dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune Atropic Gastritis terutama terjadi pada orang tua.
6) Penyakit Meiner
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10 % penderita ini menderita kanker lambung.
7) Gastritis Sel Plasma
Sel plasma ( salah satu jenis sel darah putih ) terkumpul dalam dinding lambung dan organ lainnya.
8) Penyakit Bile Refluk
Bile ( empedu ) adalah cairan yang membantu mencerna lemak – lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju keusus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot Sphincter yang berbentuk seperti cincin (Pyloric Valve) akan mencegah empedu mengalir balik kedalam lambung. Tetapi jika katub ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk kedalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan Gastritis.
9) Radiasi dan Kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung dan selanjutnya dapat berkembang menjadi Gastritis dan Peptic Ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar – kelenjar penghasil asam lambung.
10) Faktor-faktor lain
Gastritis sering juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan lainnya seperti HIV / AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
  1. PATOFISIOLOGI
Lambung adalah sebuah kantong otot yang kosong, terletak dibagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa memiliki panjang berkisar antara 10 inci dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan – lipatan tersebut secara bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya kedalam usus kecil. Ketika makanan masuk kedalam esofagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esofagus dan lambung ( Esophangeal Sphincer ) akan membuka dan membiarkan makanan masuk lewat lambung. Setelah masuk kelambung cincin ini menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada dilambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar – kelenjar yang berada dimucosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung ( termasuk enzim – enzim dan asam lambung ) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.
Suatu komponen cairan lambung adalah Asam Hidroklorida. Asam ini sangat korosif sehingga paku besipun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mucosa – mucosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara reguler sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung ) sehingga terhindar dari sifat korosif hidroklorida. Fungsi dari lapisan pelindung lambung ini adalah agar cairan asam dalam lambung tidak merusak dinding lambung. Kerusakan pada lapisan pelindung menyebabkan cairan lambung yang sangat asam bersentuhan langsung dengan dinding lambung dan menyebabkan peradangan atau inflamasi.Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung.(http://google.com//Gastritis).
  1. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bermacam – macam, tergantung kepada penyebab Gastritisnya. Biasanya penderita Gastritis mengalami gangguan pencernaan ( Indigesti ) dan rasa tidak nyaman diperut sebelah atas.(http://www.medicastore.com)
1) Gastritis Bakterialis
Dapat ditandai dengan adanya demam, sakit kepala dan kejang otot.
2) Gastritis Karena Stres Akut
Penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala – gejala lambung : tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memar kecil dalam lapisan lambung, dalam beberapa jam memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan Gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami pendarahan, biasanya dalam waktu 2 – 5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal.
3) Gastritis Erosif Kronis
Gejalanya berupa mual ringan dan nyeri diperut sebelah atas. Tetapi banyak penderita ( misalnya pemakai Aspirin jangka panjang ) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya berupa tinja berwarna kehitaman seperti aspal ( Melena ), muntah darah ( Hematemesis ) atau makanan yang sudah dicerna yang menyerupai endapan kopi.
4) Gastritis Eosinofilik
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa disebabkan penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju keusus dua belas jari.
5) Penyakit Meniere
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.
6) Gastitis Sel Plasma
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam dikulit dan diare.
7) Gastritis Akibat Terapi Penyinaran
Menyebabkan nyeri, mual dan Heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar dibelakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena adanya tukak dilambung. Tukak bisa menembus dinding lambung sehingga isi lambung tumpah kedalam rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat. Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang menuju keusus duabelas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri dapat masuk kedalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba – tiba.
Gejala Gastritis secara umum (http://www.google.com//Gastritis)
a. Hilangnya nafsu makan.
b. Sering disertai rasa pedih atau kembung di ulu hati, mual dan muntah.
c. Perih atau sakit seperti rasa terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.
d. Perut terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan.
e. Kehilangan berat badan.
  1. KLASIFIKASI
Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene.J.Reeves, 2001) yaitu:
1) Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek dengan konsumsi agen kimia atau makanan yang mengganggu dan merusak mucosa gastrik. Agen semacam itu mencakup bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan, radiasi, chemoterapi dan mikroorganisme infektif.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A mampu menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia Pernisiosa berkembang dengan proses ini. Sedangkan Gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan infeksi bakteri Helicobacter Pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila pasien didiagnosis terkena Gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. (http://www.google.com//Gastritis)
Pemeriksaan ini meliputi :
1) Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.
  1. PENCEGAHAN
Walaupun infeksi H.Pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena Gastritis.
1) Makan secara benar
Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam, gorengan, atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
2) Hindari Alkohol
Penggunaan Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapaisan mucosa lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.
3) Jangan merokok
Merokok mengganggu kerja lapisan lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap Gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung.
4) Lakukan olah raga secara teratur
Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernafasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
5) Kendalikan stres
Stres meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stres juga dapat meningkatkan produksi asam lambung dan memperlambat kecepatan pencernaan. Karena stres bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah dengan mengendalikannya secara efektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
6) Ganti obat penghilang nyeri
Jika memungkinkan ahindari penggunaan AINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung Acetaminophen.
7) Ikuti rekomendasi dokter
  1. PENATALAKSANAAN
Terapi Gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengobatinya.
1) Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter Pylori, maka diberikan Bismuth, Antibiotik (misalnya Amoxicillin &Claritromycin) dan obat anti-tukak (misalnya Omeprazole).
2) Penderita Gastritis karena stres akut banyak mengalami penyembuhan (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2 % penderita Gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan Antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena Gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan dengan tindakan Endoskopi. Jika perdarahan masih berlanjut mungkin seluruh lambung harus diangkat.
3) Penderita Gastritis Erosif Kronis bisa diobati dengan Antasid. Penderita sebaikanya menghindari obat tertentu (misalnya Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya Ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.
4) Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung pada Gastritis Eosinofilik, bisa diberikan Kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
5) Gastritis Atrofik tidak dapat disembuhkan, sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
6) Penyakit Meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung.
7) Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti Ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.
8) Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit tapi sering.
9) Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan berlemak seperti sambal, bumbu dapur dan gorengan.
10) Kedisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat membantu pasien dengan gastritis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar