- Krisis identitas
1.
Pengertian identitas
Definisi identitas menurut
para ahli :
a. Menurut
Adams dan Gullota (1983)
Identity is a complex psychologycal
phenomenon it might be thought of as the person in personality. It includes our
own interpretation of early childhood identification with important individual
in our lives.It includes a sense of direction, commitment, and trust in a
personal ideal. A sense of identity integrates sex-role identfication,
individual ideology, accepted group norms and standards, and much more.
b. Menurut Erikson (teori
psikososial)
“ Selama
masa-masa sulit yang dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan
mengambangkan nilai kesetiaan (komitmen), yaitu kemampuan untuk mempertahankan
loyalitas yang diikrarkan dengan bebas meskipun terdapat
kontradiksi-kontradiksi yang terelakkan diantara sistem-sistem nilai.
Jadi, krisis identitas adalah suatu
masa dimana seorang individu yang berada pada tahap perkembangan remaja. Ketika
itu, remaja memiliki sikap untuk mencari identitas dirinya. Siapa dirinya saat
sekarang dan di masa depan.
2.
Pembentukan Identitas
Proses pencarian identitas adalah proses dimana seorang
remaja mengembangan suatu identitas personal atau sense of self yang
unik yang berbeda dari orang lain (individuation).
Dalam psikologi perkembangan pembentukan identitas
merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai
pada akhir masa remaja. Pembentukan identitas sebenarnya sudah dimulai dari
masa anak-anak, tetapi pada masa remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena
berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional
(Grotevant dan Cooper, 1998)
Pada masa remaja mereka para remaja mulai menyadari
tentang kepastian identitas dirinya sehingga
pada remaja awal mereka mulai melakukan eksplorasi terhadap kepribadian
dirinya. Pencarian identitas pada masa remaja menjadi lebih kuat sehingga ia
berusaha untuk mencari identitas dan mendefinisikan kembali siapakah ia saat
ini dan akan menjadi siapakah ia di masa depan. Perkembangan identitas selama
masa remaja ini dianggap sangat penting karena identitas tersebut dapat
memberikan suatu dasar unuk perkembangan psikososial dan relasi interpersoanal
pada masa dewasa (Jones dan Hartmann, 1988).
Tahapan Perkembangan Identitas
Tahap
|
Usia
|
Karakteristik
|
Diferentiation
Practice
Rapprochment
Consolidation
|
12-14
14-15
15-18
18-21
|
Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari
orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya mempertanyakan dan menolak
nilai-nilai dan nasihat-nasihat orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan
nasihat tersebut masuk akal.
Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan dapat
melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal kebutuhan akan peringatan atau
nasihat dan menantang orang tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya
terhadap teman-teman juga bertambah.
Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah
mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas orang tuanya,
tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering silih berganti antara
eksperimentasi dan penyesuaian, kadang mereka menantang dan kadang berdamai
dan bekerjasama dengan orang tua mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung
jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan mendongkol ketika orang
tuanya selalu mengontrol membatasi gerak-gerik dan akitvitasnya diluar rumah.
Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal,
yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan diri orang lain, serta untuk
mempertahankan perasaan otonomi, independen dan individualitas.
|
Dalam
teori psikososial (Erikson) ada beberapa tahap yang harus ditempuh untuk
memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Akan dipaparkan sebagai berikut :
Tahap psikososial
|
Perkiraan usia
|
Kepercayaan vs ketidakpercayaan
(trust vs mistrust)
Otonomi vs rasa malu dan ragu
(autonomy vs same and doubt)
Inisiatif vs rasa bersalah
(Intiative vs guilt)
Ketekunan vs rasa rendah diri
(industry vs inferiority)
Identitas vs kebingungan peran
(ego identity vs role-confution)
keintiman vs isolasi
(intimacy vs isolation)
generatifitas vs stagnasi
(generativity vs stagnation)
integritas ego vs keputuasan
(ego integrity vs despair)
|
Lahir- 1 tahun (masa bayi)
1-3 tahun (masa kanak-kanak)
4-5 tahun (masa prasekolah)
6-11 tahun (masa sekolah dasar)
12-20 tahun (masa remaja)
20-24 tahun (masa awal dewasa)
25-65 tahun (masa pertengahan dewasa)
65-mati (masa akhir dewasa)
|
Dalam teori psikososial
terdapat salah satu tahapan yang akan dialami oleh semua individu yaitu identitas vs kebingungan peran (ego
identity vs role-confution) dan berlangsung sekitar 12-20 tahun dimana
pada masa itu sedang berlangsung masa remaja yang berarti mereka sedang mencari
identitas dirinya, yang kelak akan menjadi identitas dirinya dimasa itu dan masa
yang akan datang.
Berdasarkan paparan di
atas, dapat dikemukakan bahwa remaja dapat dipandang telah memiliki identitas
yang matang (sehat), apabila sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, peran-perannya dalam kehidupan sosial
(di lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat), dunia kerja, dan
nilai-nilai agama.
Perkembangan identitas dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :
- Iklim keluarga
Keluarga merupakan awal
pembentukan identitas seorang individu, terutama orangtua. Artinya gaya
pengasuhan dari orangtua merupakan dasar pembentukan identitas individu.
Beberapa dibawah ini contoh gaya pengasuhan orangtua, seperti :
a. Pengasuhan
demokratis
Gaya pengasuhan ini mendorong remaja untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat “pencapaian identitas”.
b. Pengasuhan
otokratis
Mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi
remaja suatu peluang unutk mengemukakan pendapat akan “menghambat pencapaian identitas”.
c. Pengasuhan
permisif
Memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan
mengizinkan mereka mengambil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan “kebingungan identitas”.
- tokoh idola
- peluang pengembangan diri
Dalam upaya membantu
remaja atau siswa (SLTP/SLTA) menemukan identitas dirinya, WOOLFOLK (1995 : 73)
menyarankan sebagai berikut :
- berilah para siswa informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa.
- membantu siswa untuk menemukan sumber-sumber untuk memecahkan masalah pribadinya.
- bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja yang dipandang aneh, seperti dalam berpakaian.
- memberi umpan balik yang realistik terhadap siswa tentang dirinya.
- Ciri-ciri
Kepribadian Remaja
Ketika remaja tersebut sudah memperoleh identitas dirinya
maka ia akan menyadari ciri-ciri kepribadian dirinya, diantaranya :
a.
Kesukaan atau ketidaksukaan
b.
Aspirasi
c.
Tujuan masa depan yang diantisipasi
d.
Perasaan bahwa ia dapat dan harus mengatur
orientasi hidupnya
B.
Juvenile
Deliquency
- Pengertian Juvenile Deliquency
a. Berdasarkan
etismologi (bahasa)
Juvenile Deliquency berasal dari dua kata
yaitu javenile = remaja, deliquency = Pelanggaran, penyimpangan,atau kenakalan.
Sehingga juvenile deliquency dapat diartikan sebagai “Tingkah Laku yang melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang yang berusia remaja (di bawah 17 tahun).”
b. Menurut
Fuad Hasan (B.Simanjuntak,1975:71)
Beliau mengartikannya sebagai “Perbuatan anti
sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan oleh orang
dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan “.
c. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa juvenile deliquency yaitu kenakalan remaja menurut
bahasa, dimana perilaku remaja tersebut tidak sesuai dengan norma agama, adat
istiadat dari lingkungan tersebut, dan hukum-hukum yang berlaku di lingkungan
tersebut.
- Macam-macam kenakalan remaja
Kenakalan remaja identik
dengan perbuatan yang merugikan entah itu untuk diri sendiri maupun orang lain.
Selain itu kenakalan remaja juga sering diartikan sebagai pelanggaran. Sehingga
kenakalan remaja tersebut sangat dekat pengertiannya dengan kriminalitas. Untuk
tujuan-tujuan hukum, maka dibuatlah suatu perbedaan antara
pelanggaran-pelanggaran indeks (index
offenses) dengan status (status
offenses). Index offenses adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan
oleh remaja maupun orang dewasa. Contoh tindakannya seperti perampokan,
penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Status offenses
adalah Tindakan yang tidak terlalu serius, tindakan seperti ini banyak
dilakukan oleh anak-anak muda dibawah usia tertentu sehingga pelanggaran
tersebut dikatakn sebagai pelanggaran remaja. Contohnya seperti lari dari rumah
(kabur), bolos drao sekolah, meminum-minuman keras, pelacuran dan ketidak
mampuan mengendalikan diri.
Dibawah ini
adalah beberapa macam kenakalan remaja,
seperti :
- Kehamilan pada remaja
Di Indonesia hal ini sudah
mulai merajalela, dibuktikan dengan banyaknya kasus pembuangan bayi yang
sebagian besar alasannya adalah karena kehamilan yang tidak diinginkan dan para
pelakunya adalah sebagian besar adalah para remaja yang belum siap secara
mental untuk menghadapi respon lingkungannya akibat dari apa yang dia perbuat,
namun nilai-nilai agama masih sangat melekat erat di Indonesia. Berbeda dengan
Amerika yang memiliki angka kehamilan remaja terbesar pertama di bandingkan
dengan negara-negara barat. Faktanya yaitu setiap tahun lebih dari satu juta
remaja Amerika hamil, 4 dari 5 orang diantaranya tidak menikah (Santrock:).
- Bunuh diri
Di Amerika hal ini sudah
sering atatu biasa terjadi. Setiap tahun, sekitar 25.000 orang menghilangkan
nyawa mereka sendiri. Pada saat memasuki usia 15 tahun, kemungkinan untu
mengambil keputusan untuk bunh diri mulai bertambah. Dan ternyata kematian
akibat bunuh diri dikalangan remaja merupakan 12% penyebab kematian pada
kelompok usia remaja dan dewasa muda (Brent, 1989). Fakta paling mengejutkan
yaitu ternyata besar hasrat untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri pada
laki-laki tiga kali lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Tetapi pada
faktanya perempuan lebih sering melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dnegan
laki-laki.
- Gangguan-gangguan makan
Memasuki masa remaja,
terutama remaja perempuan mulai menyadari pentingnya kesempurnaan fisik. Banyak
remaja perempuan yang melakukan berbagai cara agar terlihat menarik di depan
umum. Tetapi akibat yang ditimbulkan dari usaha-usaha tersebut juga tidak hanya
hal-hal yang positifnya saja bahaya dari usaha tersebut juga bisa terjadi jika
tanpa pengetahuan yang luas mengenai usaha “mempercantik diri tersebut.
Dibawah
ini contoh bahaya yang akan ditimbulkan, yaitu :
c.1. Anoreksia Nervosa
Gangguan
makan yang meliputi upaya yang keras untuk kurus melalui cara melaparkan diri.
Anoreksia banyak diidap oleh perempuan dan hanya lima persen saja penederita
anoreksia laki-laki. Penderita anoreksia memenag menghindari makan namun mereka
sangat menyukai jika memasak untuk orang lain, membicarakan soal makanan, dan
mereka berkeras untuk hanya melihat orang lain makan.
Penyebabnya terjadinya
anoreksia (Brooks-Gunn, 1993;Hepworth, 1994; Striegel-Moore,dkk,1993), yaitu:
a.
Sosial →
yang paling sering menjadi alasan adalah tren tubuh yamg kurus yang sangat
disukai saat ini.
b. Psikologis → motivasi untuk menarik perhatian, keinginan
akan individualitas, penolakan seksualitas, dan cara mengatasi kekangan orang
tua (Ketika orang tua menuntut prestasi yang baik dari anaknya dan anaknya
tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, sehingga dia merasa tidak memiliki
kendali diri. Dengan mengurangi asupan makanan dia akan merasa memiliki kendali
diri).
c. Fisiologis → berpusat pada hipotalamus, yang menjadi hal
yang tidak normal (abnormal) ketika seseorang menderita anoreksia.
“Namun penyebab
anoreksia belum diketahui secara pasti.”
c.2. Bulimia
Gangguan
makan yang meliputi makan dan minum berlebihan dan memuntahkannya kembali
secara teratur. Memuntahkan dengan cara meminum obat pencahar atau pencucui
perut.
Faktor
penyebab bulimia hampir sama dengan anoreksia nervosa. Penderita bulimia tidak
dapat mengendalikan perilaku makan mereka berebda dengan penderita anoreksia
yang masih bisa mengendalikan perilaku makannya.
- Faktor-faktor penyebab munculnya juvenile Deliquency
Menurut
Donald Taft (B.Simanjuntak,1975:177-178) faktor –faktor yang menyebabkan
juvenile delinquency itu adalah subjective approach dan objective
approach.Rincian dari masing-masing faktor tersebut adalah:
FAKTOR
|
ASPEK
|
KETERANGAN
|
A.Subjective Approach
|
1. The
Antropological Approach
2. The
Medical Approach
3. The
Biological App
4. The
Physiological App
5. The
Pshysicological App
6. The
Psychiatric App
7.
The Psychoanalytical App
|
Pendekatan ini membandingkan ciri tubuh seorang penjahat
dengan bukan penjahat.Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang berbuat
jahat karena memang telah dibawa sejak lahir.
Pendekatan ini berpendapat bahwa ada relasi antara penyakit
dengan kejahatan.
Pendekaatan ini mencoba menghubungkan kesarisan dengan
kejahatan.
Pendekatan ini berpendapat bahwa ketidakberfungsian hormon
atau kelenjar dapat menimbulkan kejahatan.
Ketegangan Psikologis (seperti tidak terpenuhinya kebutuhan
atau keinginan dapat mendorong seseorang berbuat jahat).
Gangguan atau penyakit jiwa mendorong seseorang berbuat
jahat
Keinginan yang ditekan karena bertentangan dengan norma
akan mencari penyelesaiannya dengan berbuat jahat
|
B.Objective Approach
|
1. The
Geographical App
2. The
Ecological App
3. The
Economical App
4. The
Social and Cultural App
|
Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan antara faktor
geografis (lokasi tempat tinggal atau iklim cuaca)dengan kejahatan
Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan antara
kepadatan penduduk, tipe-tipe keadaan sosial dengan kejahatan
Pendekatan ini
berpendapat bahwa ada hubungan antara kondisi ekonomi
dengan
kejahatan
Pendekatan ini berpendapat bahwa ada hubungan keadaan lingkungan,mobilitas sosial atau
perkembangan masyarakat dan kebudayaan dengan kejahatan
|
Selain hal-hal diatas, beberapa hal dibawah ini juga
memfaktori munculnya juvenile Deliquency :
Perilaku
yang mendahului
|
Kaitan
dengan kenakalan
|
Deskripsi
|
Identitas
Pengendalian diri
Usia
Jenis kelamin
Harapan-harapan dalam pendidikan dan nilai rapor sekolah.
Pengaruh-pengaruh orang tua.
Pengaruh-pengaruh teman sebaya.
Satus sosioekonomi
Kualitas lingkungan
|
Identitas negatif
Rendahnya derajat pengendalian diri
Awal mula
Laki-laki
Rendahnya harapan-harapan dan nilai rapor sekolah.
Pemantauan (rendah), dukungan (rendah), disiplin (tidak
efektif).
Pengaruhnya kuat, penolakan lemah.
Rendah
Perkotaan, tingginya kriminalitas, tingginya mobilitas.
|
Erikson yakin kenakalan terjadi
karena remaja gagal mengatasi identitas peran.
Beberapa anak dan remaja
gagalmemperoleh pengendalian yang esensial yang umumnya dicapai orang lain
selama proses pertumbuhan.
Penampakan awal perilaku anti
sosial berkaitan denganpelanggarn-pelanggarn serius dikemudian hari pada masa
remaja. Akan tetapi tidak semua anak yang bertindak berlebihan menjadi anak
nakal.
Anak
laki-laki lebih banyak terlibat dalam perilaku antisosial daripada anak
perempuan lebih cenderung melaRikan diri dari rumah. Anak laki-laki lebih
banyak terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan.
Remaja yang
yang menjadi nakal seringkali memiliki harapan-harapan pendidikan yang rendah
dan nilai rapor yang rendah. Kemampuan-kemampuan verbal mereka seringkali
lemah.
Remaja yang nakal seringkali berasal dari
keluarga-keluarga dimana orang tua jarang memantau anak-anak mereka,memberi
sedikit dukungan, dan mendisiplinkan mereka secar tidak efektif.
Bergaul dengan teman-teman
Teman-teman
sebaya yang nakal menambah besar resiko menjadi nakal.
Pelangaran-pelanggaran
yang serius lebih sering dilakukan oleh kaum laki-laki kelas rendah.
Masyarakat
seringkali membiakkan kejahatan. Tinggal disuatu daerah yang tingkat
kejahatananya tinggi, yang juga dicirikan oleh kondisi-kondisi kemiskinan dan
kehidupan yang padat, menambah kemungkinan bahwa seorang anak akan menjadi
nakal. Masyarakat ini sering kali memiliki sekolah-sekolah yang sangat tidak
memadai.
|
Penyimpangan perilaku
remaja ini contohnya,seperti : mencuri,bolos dari sekolah,free sex,
vandalisme/perusakan, serangan yang agresif yang mengarah pada kematian,
mengkonsumsi minuman keras atau obat-obat terlarang,berpakaian tidak
sesnonoh,dan tawuran (kekerasan berkelompok atau genk).
Stephens
(1973) melaporkan remaja yang berperilaku menyimpang sekitar 3 % dari seluruh
remaja di Amerika yang berusia antara
10-17 tahun. Pada awalnya Juvenile delinquency ini didominasi oleh remaja
pria,tetapi mulai tahun 1971,kasus remaja perempuan pun meningkat 11
%,sementara kasus remaja pria meningkat 6%.
Faktor
yang mempengaruhi Juvenile Deliqency menuntut sebagian ahli (para biologis)
adalah hereditas atau faktor keturunan,namun pendapat inidibantah oleh ahli
lain,seperti Ashley Montague (B.Simanjutak,1975:99) yang berpendapat bahwa “tak
ada bukti bahwa seseorang diwarisi tingkah laku jahat.Kejahatan adalah kondisi
sosial,bukan kondisi biologis”.
- Pencegahan dan penanganan
Banyak upaya yang dapat di lakukan dalam
mengatasi masalah kenakalan remaja. Dibawah ini akan di paparkan beberapa cara
untuk mengatasi kenakalan remaja, yaitu :
a. Program
harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.
Misalnya, pada dasarnya mustahil meningkatkan pencegahan kenakalan tanpa
mempertimbangkan kualitas pendidikan yang ada bagi anak-anak muda yang berisiko
tinggi. Satu program yang berhasil, yang dirancang untuk menekan kenakalan
remaja terdapat dalam dunia sosiokultural.
b. Program
harus meiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang
berdiri sendiri sebagai “peluru ajaib” yang dapat memerangi kenakalan.
c. Program-program
harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah
belajar dan masalah perilaku.
d. Sekolah
memainkan peran penting. Sekolah yang memiliki kepemimpinan yang kuat,
kebijakan disiplin yang adil, partisipasi murid dalam pengambilan keputusan,
dan investasi besar terhadap hasil-hasil sekolah oleh murid-murid dan staf
memiliki peluang yang lebih baik dalm menekan kenakalan.
e. Upaya-upaya
harus diarahkan pada perubahan institusional daripada perubahan individual.
Yang menjadi titik berat ialah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak
yang kurang beruntung.
f. Walaupun butir e benar adanya, namun para peneliti
menemukan bahwa memberi perhatian kepada masing-masing individu secara intensif
dan merancang program secara unik bagi tiap anak merupakan faktor yang penting
dalam menangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal.
g. Manfaat
yang didapatkan dari suatu program seringkali hilang saat program tersebut
dihentikan. Oleh karenanya, perlu dikembangkan program yang sifatnya
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. 1995. Life-Span
Development perkembangan Masa Hidup : Erllangga
B. Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan : Erlangga
Desmita. 2005. Psikologi
Perkembangan : Rosda
Yusuf LN, Syamsu. 2009. Mental Hygiene terapi psikospiritual
untuk hidup sehat berkualitas : Maestro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar